Minggu, 22 Oktober 2017

Perjalanan Menuju Kehamilan

It's too late sebenernya nulis tentang gimana perjalanan kehamilanku, karena pada saat aku tulis tulisan ini babyku sudah 2 bulan 19 hari. Tapi demi bisa bernostalgia nanti dimasa yang akan datang, semua tetep harus aku tulis :D

Setelah tulisanku mengenai Program Kehamilan yang kejadiannya itu tahun 2015-2016, nah sempat berhenti program kehamilan karena salah satu alasannya adalah kelelahan bekerja dan kebetulan praktek dokternya cukup jauh dari tempat tinggal. Sambil terus berdoa, baca artikel kesehatan, lakuin saran orang tua dan teman-teman, makan ini makan itu, hindari makan ini makan itu, ya mungkin kalau mau dijelasin detail agak panjang ya. Yang pasti perjalanan itu buat aku ga sebentar, sampai akhirnya ada 1 titik dimana sisi spiritual jadi pemikiran utama ditengah-tengah ikhtiarku itu. Mamaku, yang kala itu ikut memantau perkembangan berbagai usaha yg udah dialakuin, tiba-tiba meminta aku untuk membersihkan diri, memantaskan diri. Mama bilang kurang lebih begini "Mungkin kamu harus membersihkan, melengkapi dan memantaskan diri dengan melakukan Aqiqah terhadap diri kamu" Yah ada beberapa nasehat spiritual yang Mama sarankan ke aku yang ga bisa aku jabarkan secara detail. Intinya aku berprasangka baik pada Allah, dia ingin aku yang lengkap kelak memiliki keturunan yang baik. Ku lakukan semua saran Mama, dengan penuh ikhlas dan penuh prasangka baik dan pada saat itu kami (aku dan suami) sedang tidak melakukan program medis dan fokus terhadap saran Mama. Bulan Agustus 2016, sudah kulengkapi semua saran Mama dengan penuh keikhlasan dan keyakinan.

November 2016
Senin, 28 November 2016 mungkin akan menjadi satu-satunya hari dimana keyakinanku terjawab oleh-NYA. Siang itu selepas makan siang di kantor, aku yakin bahwa ada sesuatu yang harus aku cek walaupun sudah biasa bagiku dan mungkin wanita lainnya jika terlambat 3 hari sampai 1 minggu datang bulan. Tapi hati kecil ini merasa bahwa aku harus segera cek, akhirnya kuputuskan untuk membeli testpack. Diawali bismillah, kulakukan pengecekkan dan air mata tiba-tiba jatuh melihat 2 garis merah yang menandakan aku positif hamil (tiba-tiba mellow). Masih ga yakin, aku cek 2x dengan testpack yg berbeda dan hasilnya sama. Dengan ga sabar, buru-buru aku telpon suami dan memintanya untuk cek segera ke RS.

Malam harinya sepulang kerja, kita berdua ke RS Hermina Jatinegara, penting buatku segera mengecek mengingat ini pertama kali bagiku sejak 2 tahun lebih pernikahan kami, dan selain itu kalau dokter bisa memastikan dengan alat USG atau metode lainnya bahwa aku memang sedang hamil, maka dengan segera aku bisa mengganti pola makan menjadi lebih benar (sebelumnya agak asal hehe) dan tentunya kandungan gizi makanan serta minuman akan segera aku perbaiki. 

Setelah di USG, Dr. Irsyad Bustaman SpOG menyatakan memang ada kantung kehamilan dalam rahimku yang berusia kurang lebih 4 minggu dan meminta untuk kembali ke RS 2 minggu mendatang untuk pengecekkan kembali. Beliau juga meminta untuk menjaga makanan, hindari makanan yang asam dan pedas.

Alhamdulillah ya Allah, perjalanan ini sungguh indah...

Moral of the story:
  • Buatku, jika menunggu adalah satu-satunya cara, maka ikhlaslah menunggu dan apabila terkadang hal-hal yang kita tunggu itu memaksa kita untuk melakukan satu dua tiga empat hal untuknya, maka ikhlaslah. 
  • Doa Mama, si penyambung dan perantara nyawa kita di Dunia adalah kekuatan yang Allah ciptakan di dunia untuk menjembatani keinginan kita pada-NYA. Maka, jangan abaikan saran Mama dan cintai Mama dalam setiap doa  "Rabbighfirli waliwalidayya warhamhuma kama rabbayani shaghiran

Minggu, 15 Oktober 2017

Menjalani Program Hamil (Promil)

Bagi setiap pasangan yang telah menikah tentu mendambakan kehadiran si buah hati, seperti juga dengan saya dan suami yang terus berdoa dan berupaya untuk segera mendapatkannya. Setelah kurang lebih setahun pertama menikah sekitar tahun 2015 dan belum juga ada tanda-tanda positif kehamilan, kami berinisiatif untuk mencoba program kehamilan dan mulai mencari referensi untuk program yang ingin kami jalani tersebut. Kebetulan waktu itu ada moment kami bertemu dengan kerabat yang juga pernah mengalami hal yang sama sekitar 2 tahun belum memperoleh momongan.

Berangkat dari pengalaman kerabat yang berhasil melakukan program hamil dan telah memiliki anak perempuan, kami mulai perjalanan program kehamilan ke tempat yang di referensikan.

Dr. Bob Ichsan Masri, SpOG
Alamat praktek: Komp. Harmoni Plaza B 30-31. Jl. Suryo Pranoto No. 2, Jakarta Pusat
Telp: 021 6316043, 021 6330938

Review:
  • Jadi si dokter ini buka tempat praktek sendiri, berhubung lokasi sama tempat tinggal cukup jauh jadi kita book via telp terlebih dahulu. Yang bikin shock adalah pas kita telp sekitar pukul 9 pagi kebetulan hari Sabtu pas kita berdua libur kerja, antriannya udah ke 30 orang something gitu. Karena niat sudah bulat demi mendapatkan momongan, kita berdua tetep book dan waktu itu sebenernya udah overbooking, tapi saya berusaha merayu dan akhirnya dapat nomor antrian. Jadi, karena pasiennya banyak, dibatasi per hari menerima pasien sekitar 30an orang gitu. So, better book di hari sebelumnya untuk antisipasi hal ini apalagi kalo kita mau dateng di hari Sabtu.
  • Sampe daerah harmoni kita agak bingung sama lokasinya tepatnya dimana, pake Google Map juga kebingungan dan sebelum akhirnya nanya kita sempet juga muter-muter daerah situ, dan herannya ada beberapa orang yang kita tanyain pada ga tau gitu. Dan ternyata lokasinya itu tu di dalam komplek yang ada gedung Bank UOBnya gitu deket sama lampu merah. Masuk aja ke dalam lewat depan dan tanya petugas parkirnya, nanti langsung diarahkan ke lokasi prakteknya si dokter.
  • Sebelum dateng kesini sebetulnya sempet googling juga soal penampakan tempatnya supaya kita berdua tau seperti apa, nah pas pertama dateng kesan pertama yang kita peroleh itu ya si tempat prakteknya gabung sama ruko-ruko yang mungkin kanan kirinya itu ruko untuk usaha, jualan, atau semacemnya. Jujur sempet ga yakin gitu, tapi karena review dari kerabat dan hasil penelusuran google cukup bagus, kita tetep maju 
  • Pas registrasi awal di lantai 1, petugasnya langsung tanya data diri dan kita dikasih paspor Ibu yang isinya semacem buat tulisan dokternya memantau perkembangan kita setiap kali kontrol atau program. Biaya paspor Ibu sekitar 20ribu kalo ga salah inget. Abis itu kita diminta nunggu di lantai 2, dan pas ke lantai dua surprise juga sih ternyata penuh banget sama Ibu-Ibu hamil atau yang baru mau program hamil kaya kita, karena ternyata si dokter ini juga melayani pemeriksaan rutin untuk Ibu Hamil, USG 3-4D dengan biaya yang katanya jauh lebih murah dari tempat lain (makanya antri ya hehe).
  • Dari awal feeling udah agak ga enak soal waktu, mengingat kita antriannya 30an dan waktu itu dateng jam 11 siang baru antrian belasan gitu, huhuhu.. Akhirnya sambil membunuh waktu kita sempetin untuk makan siang, sholat dan jalan-jalan di sekitar harmoni, kebetulan ada carrefour kan yang bisa ditempuh sambil jalan kaki hehe..
  • Sampe tempat praktek jam 5an setelah jalan-jalan, ternyata antrian masih di dua puluhan dan intinya waktu itu kita baru dipegang sekitar pukul 10 malam dan sebelumnya saya juga diminta sama bidan untuk nimbang dan cek tensi darah. Selain itu juga sama bidan diminta untuk nahan pipis supaya rahim terdorong oleh kandung kemih yg penuh sehingga keluar dari rongga panggul jadi jelas saat di USG. Jadi kebayang dong saya nahan pipis tapi belum dipanggil2 untuk masuk ruang dokter, alhasil saya buang air kecil trus minum banyak lagi supaya kandung kemihnya tetep penuh saat di periksa nanti.
  • Akhirnya saat yang ditunggu tiba, masuk ruang dokter dan ketemu dokter Bob ini cukup unik hehe. Kenapa unik, karena si dokter ini gaya bicaranya kekinian banget, jadi kaya ngomong sama temen gitu dan sometimes pakai bahasa yang gak pakai tedeng aling-aling hehe contohnya pas beliau jelasin cara cebok (*maaf) yang benar yang sering diabaikan oleh perempuan. Yang pasti setiap dokter punya gaya penyampaian masing-masing yang tentunya masuk atau engganya sama pasien tergantung pasiennya itu sendiri ya, so far saya ga masalah dengan hal ini, toh tujuan setiap dokter kan mulia ya untuk pasien-pasiennya
  • Sambil di USG di bagian perut saya, ditanya berapa lama menikah dan pas tau sudah 1 tahun lebih (waktu itu saya program tahun 2015 akhir), beliau bilang baru 1 tahunan kok sudah program hamil, mungkin karena kebanyakan pasien yang datang itu 4 tahun keatas belum juga memiliki momongan kali ya 😄 Beliau bilang hasil USG saya bagus, rahim juga bagus tidak ada masalah yang berarti, trus beliau menjelaskan bahwa melakukan hubungan suami istri harus dengan kualitas yang baik, lebih baik tidak dalam keadaan lelah, trus juga dokter memberikan tanggal yang baik untuk melakukannya dihitung dari tanggal hadi terakhir. Oiya beliau juga sangat menyarankan untuk tidak stres baik dalam pekerjaan maupun kehidupan pribadi, bayangkan bahwa kita sebentar lagi akan dianugerahkan seorang anak dan kita sedang dalam proses menujunya, maka dokter Bob menekankan untuk menghindari beban stress yang tentu akan memberikan dampak negatif pada ikhtiar yang sedang dijalankan.
  • Banyak hal yang beliau ceritakan kepada kami, misalnya beliau sangat pro dengan kelahiran normal, dan bayi harus dilahirkan pada 9 bulan lebih 10 hari kalau tidak salah, apabila tidak mengalami kontraksi, maka harus segera diinduksi. Beliau mengaitkan dengan pandangan Islam mengenai hal ini dan mengaitkan juga dengan psikologis bayi nantinya pada saat sudah lahir. Menurut beliau, supaya sang bayi nantinya patuh dan nurut pada orang tua. Bahasa mudahnya, supaya anak nantinya tidak suka melawan orang tua karena terlalu dituruti keinginannya (maksudnya pas 9 bulan 10 hari belum ada tanda2 kontraksi lahir, maka bayi tersebut seperti masih nyaman dalam kandungan Ibu, maka sebagai orang tua kita harus mengajarkan pada bayi bahwa dia sudah saatnya lahir). Kurang lebih seperti itu yang dijelaskan.
  • Kurang lebih 15 menit konsultasi, kami diminta untuk menunggu resep obat yang akan diberikan oleh bidan di luar ruang dokter. Waktu itu saya diberikan obat penyubur tapi lupa nama obatnya dan diberikan kapsul lunak yang dimasukkan ke dalam vagina setiap hari. Kami diminta datang lagi 12 hari setelah hari pertama haid untuk mengecek kondisi dan kualitas sel telur.
  • Biaya konsultasi dan obat plus hasil print USG sebesar 620ribu rupiah, dan termasuk terjangkau menurut saya. Dan yang pasti mengenai biaya pasti berbeda-beda setiap pasien disesuaikan dengan case dan kondisi dari pasien itu sendiri. Saya datang sekitar 3 kali ke dokter Bob dengan biaya kedua dan ketiga sekitar 500ribuan (lebih murah dari pertama kali datang).
  • Demikian cerita saya yang terjadi di tahun 2015 dan baru bisa saya tulis hehe.. Oiya saya juga banyak berbincang dengan para pasien yang juga melakukan program hamil disana di ruang tunggu, kebanyakan dari mereka belum dikaruniai anak selama 4 tahun, 7 tahun, bahkan ada yang 10 tahun. Selain itu dari daerah yang berbeda-beda bahkan dari luar Jakarta. Semangat para pasangan suami istri yang ingin mendapatkan momongan ini membuat saya sedikit merenung untuk tidak mengeluh menunggu berjam-jam antrian untuk kontrol demi melewati sebuah ikhtiar dan proses dari tujuan yang sama dengan mereka, yaitu buah hati :)
  • Jadi kesimpulannya, semangat untuk berjuang memperoleh apa yang kita inginkan tetap harus dijaga dan saya mempercayai bahwa Allah SWT selalu memberikan hasil dari proses yang telah kita lalui, apapun hasilnya tentu dia memiliki pertimbangan serta tentu itu yang terbaik bagi kita. So, tetap semangat berjuang untuk calon Ibu yang sampai saat ini mungkin belum diberikan momongan.
  • Oiya, saat saya menulis ini usia kehamilan saya menginjak 33 weeks dan banyak hal yang saya lewati sejak awal kehamilan anak pertama ini dan saya berniat untuk menuliskan pengalaman itu di kesempatan yang lain. Terima kasih kepada sang Maha Kasih Allah SWT atas jawaban dari segala doa dan ikhtiar yang kami panjatkan, serta orang-orang terkasih yang tak henti memberikan doanya terutama kedua orang tua kami :)


Sabtu, 20 Oktober 2012

Belajar pada Panca Indera (part1)

Ketika udara yang menyeruak dalam kota yang penuh sesak ini, aku lega  seolah ada sedikit angin segar yang siap menghalau kesesakan secara sempurna atau sedikit sempurna lebih tepatnya. Aku rindu bahkan bermimpi untuk hidup dan bernapas, hidup dalam kealamian, bernapas dalam kemurnian dimana semua hal terjadi secara alami, tanpa ada rekayasa. Sungguh indah bila hidup penuh apa adanya, tanpa rekayasa, tanpa ada lekuk palsu, tanpa ada terpaksa. Kau bisa hirup udara tidak setengah-setengah, kita bisa berjalan dengan dua kaki, dan kita bisa memfungsikan panca indera kita dengan sempurna. Itulah kemurnian ilahi yang seimbang dan dicipta untuk digerakkan. Mereka si panca indera bisa bersinergi satu sama lain, bisa saling mengirimkan pesan untuk siapa yang akan bertugas, tugas selanjutnya selanjutnya dan selanjutnya. Mereka berbeda dan berjarak, tapi seperti yang pernah ditulis oleh Mbak Dee si penulis Supernova, Filosofi Kopi dll "bukankah kita baru bisa bergerak jika ada jarak?" Bukankah si panca indera itu berjarak dan berbeda, mereka punya tujuan masing-masing, lalu kenapa mereka bisa bersinergi secara sempurna? Bisa bekerja sama secara baik? Bisa menjadi partner yang mungkin tidak dimiliki oleh komplementer jenis lainnya. Pada akhirnya mereka bisa menjadi analogi bagi pentingnya keselarasan, keseimbangan dan mewakili si A,B,C,D dst.

Dan bukankah itu karena mereka memiliki satu visi, satu misi? Bukankah visi misi akan membawa kita pada tujuan yang sama?

Yahh belajarlah pada panca indera...

Senin, 09 Juli 2012

Akhir Filsafat Klasik Jerman

Masalah fundamental yang besar dari semua filsafat, teristimewa dari filsafat yang akhir-akhir ini, ialah masalah mengenai hubungan antara pikiran dengan keadaan. Sejak zaman purbakala, ketika manusia, yang masih sama sekali tidak tahu tentang susunan tubuh mereka sendiri, di bawah rangsang khayal-khayal impian [2-1] mulai percaya bahwa pikiran dan perasaan mereka bukanlah aktivitas-aktivitas tubuh mereka, tetapi, aktivitas-aktivitas suatu nyawa yang tersendiri yang mendiami tubuhnya dan meninggalkan tubuh itu ketika mati - sejak waktu itu manusia didorong untuk memikirkan tentang hubungan antara nyawa dengan dunia luar. Jika pada waktu seseorang meninggal dunia nyawa itu meninggalkan tubuh dan hidup terus, maka tidak ada alasan untuk mereka-reka kematian lain yang tersendiri baginya. Maka itu timbul ide tentang kekekal-abadian, yang pada tingkat. perkembangan waktu itu sama sekali tidak nampak sebagai penghibur tetapi sebagai takdir yang terhadapnya tiada berguna mengadakan perlawanan, dan sering sekali, seperti dikalangan orang-orang Yunani, sebagai malapetaka yang sesungguhnya. Bukannya hasrat keagamaan akan suatu penghibur, tetapi kebingungan yang timbul dari ketidaktahuan umum yang lazim tentang apa yang harus diperbuat dengan nyawa itu, sekali adanya nyawa itu diakui, sesudah tubuh mati, menuju secara umum kepada paham tentang kekekal-abadian perorangan. Dengan cara yang persis sama, lahirlah dewa-dewa pertama, lewat personifikasi kekuatan-kekuatan alam. Dan dalam perkembangan agama-agama selanjutnya dewa-dewa itu makin lama makin mengambil bentuk-bentuk diluar-keduniawian, sehingga akhirnya lewat proses abstraksi saja hampir bisa mengatakan proses penyulingan, yang terjadi secara wajar dalam proses perkembangan intelek manusia, dari dewa-dewa yang banyak jumlahnya itu, yang banyak sedikitnya terbatas dan saling-membatasi, muncul di dalam pikiran-pikiran manusia ide tentang satu tuhan yang eksklusif dari agama-agama monoteis.
Jadi masalah hubungan antara pikiran dengan keadaan, hubungan antara jiwa dengan alam - masalah yang terpenting dari seluruh filsafat - mempunyai, tidak kurang daripada semua agama, akar-akarnya di dalam paham-paham kebiadaban yang berpikiran-sempit dan tiada berpengetahuan. Tetapi masalah itu untuk pertama kalinya dapat diajukan dengan seluruh ketajamannya, dapat mencapai arti pentingnya yang sepenuhnya, hanya setelah umat manusia di Eropa bangun dari kenyenyakan tidur yang lama dalam Zaman Tengah Nasrani. Masalah kedudukan pikiran dalam hubungan dengan keadaan, suatu masalah yang, sepintas lalu, telah memainkan peranan besar juga dalam skolastisisme Zaman Tengah, masalah: yang mana yang primer, jiwa atau alam - masalah itu, dalam hubungan dengan gereja, dipertajam menjadi : Apakah Tuhan menciptakan dunia ataukah dunia sudah ada sejak dulu dan akan tetap ada di kemudian hari?
Jawaban-jawaban yang diberikan oleh para ahli filsafat ke masalah ini membagi mereka ke dalam dua kubu besar. Mereka yang menegaskan bahwa jiwa ada yang primer jika dibandingkan dengan alam, dan karenanya, akhirnya, menganggap adanya penciptaan dunia dalam satu atau lain bentuk - dan di kalangan para ahli filsafat, Hegel, misalnya, penciptaan ini sering menjadi lebih rumit dan mustahil daripada dalam agama Nasrani - merupakan kubu idealisme. Yang lain, yang menganggap alam sebagai yang primer, tergolong ke dalam berbagai mazhab materialisme.
Dua pernyataan ini, idealisme,dan materialisme, mula-mula tidak mempunyai arti lain daripada itu; dan disinipun kedua pernyataan itu tidak digunakan dalam arti lain apapun. Kekacauan apa yang timbul bila sesuatu arti lain diberikan kepada kedua pernyataan itu akan kita lihat di bawah ini.
Tetapi masalah hubungan antara pikiran dengan keadaan mempunyai segi lain lagi - bagaimana hubungan pikiran kita tentang dunia di sekitar kita dengan dunia itu sendiri ? Dapatkah pikiran kita mengenal dunia yang sebenarnya? Dapatkah kita menghasilkan pencerminan tepat dari realitas di dalam ide-ide dan pengertian-pengertian kita tentang dunia yang sebenarnya itu? Dalam bahasa filsafat masalah ini dinamakan masalah identitas pikiran dengan keadaan, dan jumlah yang sangat besar dari para ahli filsafat memberikan jawaban yang mengiyakan atas pertanyaan ini. Hegel, misalnya, pengiyaanya sudah jelas dengan sendirinya; sebab apa yang kita kenal di dalam dunia nyata adalah justru isi-pikirannya - yang menjadikan dunia berangsur-angsur suatu realisasi dari ide absolut yang sudah ada di sesuatu tempat sejak dahulukala, lepas dari dunia dan sebelum dunia. Tetapi adalah jelas, tanpa bukti lebih lanjut, bahwa pikiran dapat mengetahui isi yang sejak semula adalah isi-pikiran. Adalah sama jelasnya bahwa apa yang harus dibuktikan disini sudah dengan sendirinya terkandung di dalam premis-premisnya. Tetapi hal itu sekali-kali tidak merintangi Hegel menarik kesimpulan lebih lanjut dari pembuktiannya tentang identitas pikiran dengan keadaan yaitu bahwa filsafatnya, karena tepat bagi pemikirannya, adalah satu-satunya yang tepat, dan bahwa identitas pikiran dengan keadaan mesti membuktikan keabsahannya dengan jalan umat manusia segera menerjemahkan filsafatnya dari teori ke dalam praktek dan mengubah seleruh dunia sesuai dengan prinsip-prinsip Hegel. Ini adalah suatu khayalan yang sama-sama terdapat pada Hegel dan pada hampir semua ahli filsafat.
Di samping itu masih ada segolongan ahli filsafat lainnya - mereka yang meragukan kemungkinan pengenalan apapun, atau sekurang-kurangnya pengenalan yang selengkap-lengkapnya, tentang dunia. Di dalam golongan ini, diantara para ahli filsafat yang lebih modern, termasuk Hume dan Kant, dan mereka telah memainkan peranan yang sangat penting dalam perkembangan filsafat. Apa yang menentukan dalam menyangkal pandangan ini sudah dikatakan oleh Hegel, sejauh ini mungkin dari pendirian idealis. Tambahan-tambahan materialis yang diajukan oleh Feuerbach, adalah lebih bersifat cerdik daripada mendalam. Penyangkalan yang paling kena terhadap pikiran aneh ini seperti terhadap semua pikiran filsafat yang aneh lainnya ialah praktek, yaitu eksperimen dan industri. Jika kita dapat membuktikan ketepatan konsepsi kita tentang suatu proses alam dengan membikinnya sendiri, dengan menciptakannya dari syarat-syaratnya dan malahan membuatnya berguna untuk maksud-maksud kita sendiri, maka berakhirlah sudah “konsepsi” Kant yang tak terpahami itu tentang “benda-dalam-dirinya” Zat-zat kimia yang dihasilkan di dalam tumbuh-tumbuhan dan di dalam tubuh binatang tetap merupakan “benda-dalam-dirinya” itu sampai ilmu kimia organik mulai menghasilkan zat-zat itu satu per satu; sesudah itu “benda-dalam-dirinya” menjadi benda untuk kita, seperti, misalnya, alizarin, zat warna dari tumbuh-tumbuhan Rubiantinetorum, yang kita tidak susah-susah lagi menghasilkannya di dalam akar-akar tumbuh-tumbuhan itu di ladang, tetapi membuatnya jauh lebih murah dan sederhana dari tir batubara. Selama 300 tahun sistim tata surya Copernikus merupakan hipotesa dengan kemungkinan benarnya seratus, seribu atau sepuluh ribu lawan satu, meskipun masih tetap suatu hipotesa. Tetapi ketika Leverrier, dengan bahan-bahan yang diberikan oleh sistim itu, bukan hanya menarik kesimpulan tentang keharusan adanya suatu planet yang tidak diketahui, tetapi juga menghitung kedudukan yang mesti ditempati oleh planet itu di langit, dean ketika Gallilei benar-benar menemukan planet itu, [2-2] maka terbuktilah kebenaran sistim Copernikus itu. Jika, sekalipuni demikian, kaum Kantian Baru sedang mencoba menghidupkan kembali paham Kant di Jerman dan kaum agnostik menghidupkan kembali paham Hume di Inggris (dimana paham itu sesungguhnya belum pernah lenyap), maka, mengingat bahwa secara teori dan praktek bantahan terhadap paham-paham itu sudah lama dicapai, hal ini secara ilmiah merupakan kemunduran dan secara praktis hanya merupakan cara kemalu-maluan dalam menerima materialisme dengan diam-dima, sambil mengingkarinya di depan dunia.
Tetapi selama periode yang Panjang ini, yaitu sejak Descartes sampai Hegel dan sejak Hobbes sampai Feuerbach, para ahli filsafat sekali-kali tidak didorong, seperti yang mereka pikirkan, oleh kekuatan akal murni semata. Sebaliknya, yang betul-betul sangat mendorong mereka maju ialah kemajuan yang perkasa dan semakin cepat dari ilmu-ilmu alam dan industri. Di kalangan kaum materialis hal ini terang-benderang terlihat dipermukaan, tetapi sistim-sistim idealis juga semakin banyak mengisi diri dengan isi materialis dan mencoba secara panteis mendamaikan pertentangan antara pikiran dengan materi. Jadi, akhirnya, mengenai metode dan isi sistim Hegelian hanyalah mewakili materialisme yang dijungkirbalikkan secara idealis.
Oleh sebab itu dapat dipahami bahwa Starcke dalam karakterisasinya tentang Feuerbach pertama-tama menyelidiki pendirian Feuerbach dalam hubungan dengan masalah fundamental ini, yaitu hubungan pikiran dengan keadaan. Sesudah mengajukan suatu pengantar singkat, dalam mana pendirian-pendirian ahli filsafat yang terdahulu, terutama sejak Kant, dilukiskan dalam bahasa filsafat yang secara tidak semestinya berat, dan dalam mana Hegel, oleh karena terlalu formalistis berpegang teguh pada bagian-bagian tertentu dari karya-karyanya, pendapat jauh lebih sedikit daripada yang patut baginya, menyusul suatu penguraian mendetail tentang jalan perkembangan “metafisika” Feuerbach itu sendiri, sebagaimana jalan ini berturut-turut dicerminkan di dalam tulisan-tulisan filsuf itu yang ada sangkut pautnya disini. Penguraian itu disusun dengan rajin dan terang; hanya, seperti halnya seluruh buku itu, penguraian itu diisi dengan beban fraseologi filsafat yang disana-sini bukannya sama sekali tidak dapat dihindari dan yang pengaruhnya lebih mengganggu semakin kurang pengarangnya berpegang pada cara pengungkapan mazhab yang itu-itu juga, atau bahkan cara pengungkapan Feuerbach sendiri, dan sernakin banyak dia menyisipkan ungkapan-ungkapan aliran-aliran yang sangat berbeda-beda, terutama aliran-aliran yang kini merajalela dan, menamakan dirinya aliran filsafat.
Jalan evolusi Feuerbach ialah jalan evolusi seorang Hegelian - memang, tidak pernah seorang ortodoks Hegelian yang sempurna - menjadi seorang materialis; suatu evolusi yang pada tingkat tertentu mengharuskan adanya pemutusan hubungan seluruhnya dengan sistim idealis dari pendahulunya. Dengan kekuatan yang tak tertahan, Feuerbach akhirnya didorong menginsafi, bahwa adanya “ide absolut” pra-dunia dari Hegel, “adanya terlebih dulu kategori2 logis” sebelum dunia ada, adalah tidak lain daripada sisa2 khayalan dari kepercayaan tentang adanya pencipta diluar-dunia; bahwa dunia materiil yang dapat dirasa dengan panca indera, yang kita sendiri termasuk di dalamnya, adalah satu2nya realitas; dan bahwa kesadaran serta pemikiran kita, betapa diatas-panca-inderapun nampaknya, adalah hasil organ tubuh yang materiil, yaitu otak. Materi bukanlah hasil jiwa, tetapi jiwa itu sendiri hanyalah hasil tertinggi dari materi. Ini sudah tentu adalah materialisme semurni-murninya. Tetapi setelah sampai sedemikian jauh, Feuerbach tiba2 berhenti. Dia tidak dapat mengatasi purbasangka filsafat yang lazim, purbasangka bukan terhadap barangnya tetapi terhadap nama materialisme. Dia berkata: “Bagi saya materialisme adalah dasar dari bangunan hakekat dan pengetahuan manusia; tetapi bagi saya materialisme bukanlah seperti bagi ahli fisiologi, seperti bagi sarjana ilmu2 alam dalam arti yang lebih sempit, misalnya, bagi Moleskhott, dan memang suatu keharusan menurut pendirian dan pekerjaan mereka, yaitu bangunan itu sendiri. Ke belakang saya setuju sepenuhnya dengan kaum materialis; tetapi ke depan tidak.”
Disini Feuerbach mencampurbaurkan materialisme yang merupakan pandangan-dunia umum yang bersandar pada pengertian tertentu tentang hubungan antara materi dengan pikiran. dengan bentuk khusus dalam mana pandangan-dunia ini dinyatakan pada tingkat sejarah tertentu, yaitu dalam abad ke-18. Lebih daripada itu, dia mencampurbaurkannya dengan bentuk yang dangkal, yang divulgarkan, dalam mana materialisme abad ke-18 hidup terus hingga hari ini di dalam kepala2 para ahli ilmu2 alam dan fisika, bentuk yang dikhotbahkan oleh Bükhner, Vogt dan Moleskhott pada tahun limapuluhan dalam perjalanan keliling mereka. Tetapi. sebagaimana idealisme mengalami sederet tingkat2 perkembangan, begitu juga materialisme. Dengan setiap penemuan yang membuat zaman, sekalipun di bidang ilmu2 alam, materialisme harus mengubah bentuknya, dan setelah sejarah juga dikenakan perlakuan materialis, maka disinipun terbuka jalan raya perkembangan yang baru.
Materialisme abad yang lampau adalah terutama mekanis, sebab pada waktu itu, di antara semua ilmu2 alam hanya ilmu mekanika, dan memang hanya ilmu mekanika benda2 padat - langit dan bumi - pendek kata, ilmu mekanika gravitasi telah mencapai titik akhir tertentu. Ilmu kimia pada waktu itu baru berada dalam masa kanak2nya, dalam bentuk phlogistis. [2-3] Biologi masih berlampin; organisme2 tumbuh2an dan hewan baru saja diperiksa secara kasar dan dijelaskan sebagai akibat sebab2 mekanik semata. Seperti hewan bagi Descartes, begitu juga manusia bagi kaum materialis abad ke-18 adalah suatu mesin. Penerapan secara eksklusif norma2 mekanika ini pada proses2 yang bersifat kimiawi dan organik - yang di dalamnya hukum2 mekanika memang berlaku tetapi didesak kebelakang oleh hukum2 lain yang lebih tinggi - merupakan keterbatasan khusus yang pertama tapi yang pada waktu itu tak terhindarkan dari materialisme klasik Perancis.
Keterbatasan khusus yang kedua dari materialisme ini terletak dalam ketidakmampuannya memahami alam semesta sebagai suatu proses, sebagai materi yang mengalami perkembangan sejarah yang tak putus2nya. Ini sesuai dengan tingkat ilmu2 alam pada waktu itu, dan dengan cara berfilsafat secara metafisik, yaitu antidialektik, yang bertalian dengan tingkat ilmu2 itu. Alam, sejauh yang sudah diketahui, berada dalam gerak yang kekal-abadi. Tetapi menurut ide2 pada waktu itu, gerak itu berlangsung, juga dengan kekal-abadi, dalam lingkaran dan karenanya tidak pernah berpindah dari tempatnya: gerak itu berulang-ulang menghasilkan hasil yang itu2 juga. Pandangan itu pada waktu itu tidak dapat dielakkan. Teori Kant tentang asal-usul tata surya [2-4] baru saja dikemukakan dan masih dianggap sebagai suatu barang ajaib belaka. Sejarah perkembangan bumi, geologi, masih sama sekali belum diketahui, dan konsepsi bahwa makhluk2 alam yang bernyawa di hari ini adalah hasil guatu rentetan perkembangan yang panjang dari yang sederhana ke yang rumit, pada waktu itu sama sekali tidak dapat dikemukakan secara ilmiah. Oleh sebab itu pendirian yang tidak historis terhadap alam tidak dapat dielakkan. Semakin kuranglah alasan kita untuk mencela para ahli filsafat abad ke-18 tentang hal itu, karena hal yang sama terdapat pada Hegel. Menurut Hegel, alam, sebagai “penjelmaan” semata diri ide, tidak mampu berkembang dalam waktu hanya mampu memperbesar kelipatgandaannya dalam ruang, sehingga alam bersamaan dan berdampingan satusamalain memperlihatkan semua tingkat perkembangan yang terkandung di dalamnya, dan ditakdirkan mengalami pengulangan yang kekal-abadi dari proses-proses yang itu2 juga. Hal yang tak masuk akal ini, yaitu perkembangan dalam ruang, tetapi yang lepas dari waktu - syarat fundamental bagi semua perkembangan - dipaksakan oleh Hegel pada alam justru ketika geologi, embriologi, fisiologi tumbuh2an dan hewan, serta ilmu kimia organik sedang dibangun, dan ketika dimana-mana berdasarkan ilmu2 baru ini sedang tampil ramalan2 gemilang dari teori evolusi yang datang kemudian (misalnya; Goethe dan Lamarck). Tetapi sistim menuntutnya; maka itu metode, demi kepentingan sistim, harus menjadi tidak jujur terhadap dirinya sendiri.
Konsepsi tidak-historis yang sama berkuasa juga di bidang sejarah. Di bidang itu perjuangan melawan sisa2 Zaman Tengah memburemkan pandangan. Zaman Tengah dianggap sebagai interupsi sejarah belaka selama seribu tahun kebiadaban umum. Kemajuan besar yang dibuat dalam Zaman Tengah - peluasan wilayah kebudayaan Eropa, bangsa-bangsa besar yang berdayahidup sedang terbentuk di wilayah itu damping-mendampingi, dan akhirnya kemajuan teknik yang luar biasa pada abad ke-14 dan ke-15 - semua ini tidak dilihat. Jadi tidak dimungkinkan adanya pengertian rasionil tentang saling-hubungan kesejarahan yang besar, dan sejarah paling banyak menjadi suatu kumpulan contoh-contoh dan ilustrasi2 untuk digunakan oleh para ahli filsafat.
Penjaja2 yang melakukan pemvulgaran, yang di Jerman pada tahun limapuluhan berkecimpung dalam materialisme, sama sekali tidak mengatasi keterbatasan guru2 mereka itu. Seluruh kemajuan ilmu2 alam yang sementara itu telah dicapai bagi mereka hanyalah bukti2 baru saja yang dapat digunakan untuk menentang adanya pencipta dunia; dan, memang, mereka sama sekali tidak menjadikan pengembangan teori itu lebih jauh sebagai usaha mereka. Walaupun idealisme sudah tidak bisa berkembang lagi dan mendapat pukulan yang mematikan dari Revolusi 1848, ia mempunyai kepuasan melihat bahwa materialisme untuk waklu itu sudah tenggelam lebih dalam lagi. Tidak dapat disangkal bahwa Feuerbach adalah benar ketika dia menolak memikul tanggungjawab atas materialisme itu; hanya dia semestinya tidak mencampurbaurkan ajaran2 pengkhotbah2 berkelilling itu dengan materialisme pada umumnya.
Tetapi, disini, ada dua hal yang harus diperhatikan. Pertama, semasa hidup Feuerbachpun, ilmu2 alam masih berada dalam proses pergolakan yang hebat, pergolakan yang baru selama limabelas tahun yang akhir2 ini mencapai kesimpulan relatif yang membawa kejelasan. Bahan2 ilmiah baru telah diperoleh dalam ukuran yang belum pernah terdengar hingga kini, tetapi penetapan saling-hubungan, dan dengan demikian soal membawa ketertiban ke dalam kekacauan penemuan2 yang dengan cepatnya susul-menyusul, baru akhir2 ini menjadi mungkin. Memang benar bahwa Feuerbach semasa hidupnya masih sempat menyaksikan ketiga penemuan yang menentukan - penemuan sel, transformasi energi dan teori evolusi, yang diberi nama menurut Darwin. Tetapi bagaimana seorang ahli filsafat yang kesepian, yang hidup dalam kesunyian desa, dapat secara memuaskan mengikuti perkembangan2 ilmiah guna menghargai menurut sepenuh nilainya penemuan2 yang sarjana2 ilmu2 alam sendiri pada waktu itu masih membantahnya atau tidak tahu bagaimana menggunakannya sebaik-baiknya? Kesalahan tentang ini semata-mata terletak pada syarat2 yang menyedihkan yang terdapat di Jerman, yang mengakibatkan tukang2 tindas-kutu eklektis yang melamun telah menempati mimbar2 filsafat, sedangkan Feuerbach yang menjulang tinggi diatas mereka semua, harus tinggal diudik dan membusuk disuatu desa kecil. Maka itu bukanlah salah Feuerbach bahwa konsepsi historis tentang alam, yang kini sudah mungkin dan yang menyingkirkan segala keberatsebelahan materialisme Perancis, tetap tak tercapai olehnya.
Kedua, Feuerbach memang tepat dalam menyatakan bahwa materialisme alam-ilmiah yang eksklusif adalah sesungguhnya dasar dari bangunan pengetahuan manusia, tetapi bukan bangunan itu sendiri. Karena kita tidak hanya hidup di dalam alam, tetapi juga di dalam masyarakat manusia, dan inipun, tidak kurang daripada alam, mempunyai sejarah perkembangannya dan ilmunya. Oleh sebab itu soalnya ialah membikin ilmu tentang masyarakat, yaitu jumlah keseluruhan dari apa yang dinamakan ilmu-ilmu sejarah dan filsafat, selaras dengan dasar materialis, dan membangunnya kembali di atas dasar itu. Tetapi tidak ditakdirkan bahwa Feuerbachlah yang melakukan hal yang demikian itu. Meskipun ada “dasar”nya, dia disini tetap terikat oleh belenggul2 idealis yang tradisionil, suatu kenyataan yang dia akui dengan kata2 berikut ini : “Kebelakang saya setuju dengan kaum materialis, tetapi kedepan tidak!” Tetapi disini Feuerbach sendirilah yang tidak maju “kedepan”, ke lapangan sosial, yang tidak dapat melampaui pendiriannya tahun 1840 atau 1844. Dan lagi ini terutama disebabkan oleh pengasingan diri yang memaksa dia, yang, diantara semua filsuf, adalah yang paling cenderung kepada pergaulan, kemasyarakatan, untuk menghasilkan pikiran2 dari kepalanya yang kesepian itu dan bukan sebaliknya, yaitu dari pertemuan2 yang bersahabat dan bermusuhan dengan orang2 lain yang sekaliber dengan dia. Kelak akan kita lihat secara mendetail seberapa banyak dia tetap seorang idealis di dalam bidang itu.
Hanya perlu ditambahkan lagi disini bahwa Starcke mencari idealisme Feuerbach di tempat yang salah. “Feuerbach adalah seorang idealis; dia percaya akan kemajuan umat manusia.” (hlm. 19). “Dasar, bangunan bawah dari keseluruhannya, bagaimanapun tetap idealisme. Realisme bagi kami tidaklah lain daripada suatu perlindungan terhadap penyelewengan2, sementara kami mengikuiti kecenderungan2 ideal kami. Bukankah kasih, cinta dan kegairahan akan kebenaran dan keadilan merupakan kekuatan2 ideal?” (hlm. VIII).
Pertama, idealisme disini tidak mengandung arti lain daripada pengejaran tujuan2 ideal. Tetapi, ini seharusnya paling2 menyangkut idealisme Kant dan “imperatif kategoris”nya, sebaliknya, Kant sendiri menyebut filsafatnya “idealisme transcendental”; dan sekali-kali bukan karena dia di dalamnya juga mempersoalkan cita2 etika, tetapi karena alasan2 yang lain samasekali, sebagaimana Starcke akan ingat. Takhayul bahwa idealisme filsafat bersendikan kepercayaan akan cita2 etika, yaitu cita2 sosial, timbul diluar filsafat, dikalangan kaum filistin Jerman, yang mengapalkan diluar kepala beberapa bagian kebudayaan filsafat yang mereka perlukan dari syair2 Skhiller. Tidak seorangpun yang lebih keras mengecam “imperatif kategoris” Kant yang impoten, impoten karena dia menuntut hal yang tidak mungkin, dan karenanya tidak pernah menjadi kenyataan - tidak seorangpun yang lebih kejam mencemoohkan kegairahan filistin yang sentimental akan cita2 yang tak dapat direalisasi yang diajukan oleh Skhiller daripada justru Hegel, orang idealis yang sempurna itu. (Lihat misalnya, bukunya Fenomenologi).
Kedua, kita sekali-kali tidak dapat melepaskan diri dari kenyataan bahwa segala sesuatu yang membikin manusia bertindak harus melalui otak mereka - bahkan makan dan minum, yang mulai sebagai akibat dari rasa lapar atau rasa haus hanya disampaikan melalui otak dan berakhir sebagai hasil rasa puas yang juga disampaikan melalui otak. Pengaruh2 dunia luar terhadap manusia menyatakan dirinya di dalam otaknya, dicerminkan di dalamnya sebagai perasaan, pikiran, rangsang, kemauan - pendek kata, sebagai “kecenderungan2 ideal”, dan dalam bentuk ini menjadi “kekuatan2 ideal”. Maka itu, jika seseorang harus dianggap idealis karena dia mengikuti “kecenderungan2 ideal” dan mengakui bahwa “kekuatan2 ideal” mempunyai pengaruh terhadap dia, maka sietiap orang yang agak normal perkembangannya adalah seoreang idealis sejak lahirmya dan jika demikian apakah masih bisa ada seorang materialis?
Ketiga, keyakinan bahwa kemanusiaan, sekurang-kurangnya pada saat sekarang ini, dalam keseluruhannya bergerak menurut arah yang maju tidak mempuniai sangkut paut apapun dengan antagonisme antara materialisme dan idealisme. Kaum materialis Perancis, tidak kurang daripada orang2 deis seperti Voltaire dan Rousseau menganut keyakinan itu dalam derajat yang hampir fanatik, dan kerapkali telah membuat pengorbanan perorangan yang paling besar untuk keyakinan itu. Jika pernah ada orang yang mengabdikan seluruh hidupnya kepada “kegairahan akan kebenaran dan keadilan” - menggunakan kata2 itu dalam arti yang baik - maka orang itu adalah Diderot, misalnya. Oleh sebab itu, jika Starcke menyatakan bahwa semua itu adalah idealisme, maka ini hanya membuktikan bahwa bagi dia kata materialisme, dan seluruh antagonisme antara kedua aliran itu telah hilang segala artinya.
Kenyataannya ialah bahwa Starcke, walaupun barangkali secara tidak sadar, dalam hal ini memberi konsesi yang tidak dapat diampuni kepada prasangka filistin yang tradisionil mengenai perkataan materialisme, yang diakibatkan oleh pemfitnahan kata itu dalam waktu lama oleh pendeta2. Perkataan materialisme oleh si filistin diartikan kerakusan, kemabukan, mata-keranjang, nafsu berahi, kesombongan, kelobaan, kekikiran, ketamakan, pengejaran laba dan penipuan bursa - pendeknya, segala kejahatan busuk yang dia sendiri lakukan secara sembunyi2. Perkataan idealisme diartikannya kepercayaan akan kebajikan, filantropi universal dan secara umum suatu “dunia yang lebih baik,” yang dia sendiri banggakan dimuka orang lain, tetapi yang dia sendiri hanya percaya selama dia berada dalam kesusahan atau sedang mengalami kebangkrutan sebagai akibat dari ekses2 “materialis”nya yang biasa. Waktu itulah dia menjanjikan lagu kesayangannya: Manusia itu apa ? - Setengah binatang, setengah malaikat.
Adapun tentang hal2 lainnya, Starcke dengan bersusahpayah membela Feuerbach terhadap serangan2 dan ajaran2 para asisten profesor yang berteriak2, yang kini di Jerman memakai nama ahli filsafat. Bagi orang2 yang berminat akan tembuni dari filsafat klasik Jerman, ini sudah tentu merupakan soal yang penting; bagi Starcke sendiri mungkin nampaknya peritu. Tetapi, kami tak akan menyusahkan pembaca dengan itu.

Rabu, 30 September 2009

"ASURANSI, ANTARA CITRA DAN REALITAS"

Pemikiran dan usaha untuk mengembangkan bisnis asuransi sudah sering menjadi artikel aktual di sepanjang kolom media oleh berbagai kalangan. Kepekaan para praktisi asuransi dalam membaca situasi dunia dengan segala permasalahannya saat ini menggerakkan mereka untuk menciptakan sesuatu yang inovatif dalam bidang asuransi guna menghadapi tantangan di dunia perasuransian. Krisis kepercayaan yang sekarang telah menjadi representatif pemikiran masyarakat tentunya tak luput menjadi pekerjaan rumah yang harus segera dicari solusi atas permasalahan tersebut.
Sebagaimana diketahui bahwa asuransi merupakan produk intengible atau tidak dapat terlihat, secara logika untuk menjual sebuah produk yang terlihat dan memiliki nilai manfaat yang nyata membutuhkan usaha yang tidak bisa dianggap ringan. Memiliki tantangan yang besar untuk dapat menjualnya. Apalagi jika produk yang tidak terlihat seperti asuransi. Perlu adanya sebuah pemecahan masalah yang sifatnya komprehensif, bukan hanya mempelajari bagaimana cara merayu calon Tertanggung untuk berasuransi, jika hanya hal itu yang dilakukan sama saja kita menyelesaikan masalah pada batang, atau daunnya saja, tidak sampai ke akarnya. Dalam waktu yang bisa dipastikan secara otomatis permasalahan tersebut akan tumbuh kembali.
Citra asuransi dimata masyarakat saat ini adalah sebuah produk yang masih kalah saing dengan bank. Mereka cenderung mempercayakan permasalahan keuangan mereka pada bank sebagai financial consultant. Hal yang perlu digarisbawahi adalah bahwa kita tidak boleh lupa bahwa asuransi juga merupakan produk yang sebenarnya sangat dibutuhkan oleh masyarakat, namun yang menjadi kendala terbesar adalah krisis kepercayaan serta sikap hati-hati yang dimiliki oleh masyarakat luas untuk membeli produk yang ditawarkan.
Solusi yang mungkin dapat ditawarkan saat ini sebagai bentuk implementasi pemecahan permasalahan secara komprehensif adalah dengan membenahi sistem asuransi secara mendasar. Perlu adanya pemahaman prinsip-prinsip asuransi kepada para pelaku asuransi, dalam hal ini adalah perusahaan asuransi, broker, bahkan agen asuransi. Secara konkrit misalnya prinsip utmost good faith yang menjadi prinsip dasar asuransi, secara singkat dikatakan prinsip itikad baik yang wajib dimiliki oleh pelaku asuransi. Jangan sampai usaha asuransi yang pada awalnya diciptakan sebagai solusi atas permasalahan masyarakat, dijadikan usaha yang hanya menitikberatkan pada keuntungan perusahaan semata. Jika hal ini dilakukan oleh orang yang telah menjadi peserta asuransi, tentu akan merusak citra asuransi tersebut. Misalnya klaim yang lama diproses dan sering ditolak dengan alasan yang tidak dimengerti oleh tertanggung. Kesimpulannya adalah perlu dilakukan pemahaman asuransi secara prinsip dan melakukan evaluasi secara berkala oleh pemerintah. Pemahaman secara prinsip dikatakan perlu agar nantinya calon tertanggung tidak merasa dirugikan dan benar-benar memahami pentingnya asuransi. Evaluasi menjadi penutup yang berkesinambungan karena pemerintah memiliki peran disini sebagai penentu kebijakan dan sebagai pengawas yang tentunya bukan secara konstitusi belaka, namun juga terlihat realisasinya